Parenting

Inner Child dan Pola Asuh Orang Tua

“Menjadi orangtua tidak semudah kelihatannya. Apa pun yang kamu katakan, kamu kerjakan, kamu sampaikan, akan sangat berpengaruh pada kepribadian anakmu. Salah ngomong sedikit, anakmu bisa mengingatnya sampai tua. Dan jadi orang yang lemah mentalnya.” (hlm. 163)

Paragraf di atas adalah sebuah kutipan yang saya ambil dari buku Semusim dan Semusim Lagi karya Aninda Dwifatma. Di dalam buku tersebut memang diceritakan bahwa sang anak yang berumur 17 tahun seumur hidupnya jarang sekali bicara dengan ibunya. Ibunya pun jarang mengajaknya bicara. Sebab itulah keluar kalimat di atas dari ibunya.
https://pixabay.com/id/keluarga-pengasuhan-anak-bersama-1784371/
Hmm, cukup mengerikan memang. Saya sendiri tidak terbayang bila hidup seperti si gadis yang jarang diajak ngobrol oleh ibunya. Tapi kalimat di atas juga bisa dibilang ada benarnya. Jadi orang tua tidak mudah! Sebagai anak, setidaknya saya juga merasakan, apa yang saya alami di masa kecil, beberapa jadi melekat di ingatan saya. Entah itu pengalaman baik atau buruk sekalipun yang berkaitan dengan orang tua. Bahkan bisa jadi beberapa sifat atau perilaku saya saat ini, dipengaruhi oleh pola asuh orang tua dulu.

Pengaruh pola asuh

“Pembentukan kepribadian seseorang 20 persen ditentukan oleh sifat yang diturunkan dan 80 persen ditentukan lingkungan atau pola asuh. Nah, pola asuh dapat memengaruhi inner child seseorang,” kata psikolog Elly Risman, Psi.
Inner child merupakan jiwa seseorang yang dimiliki ketika anak-anak dan dipengaruhi oleh pengalaman serta kejadian yang dialami semasa kecil. Elly menuturkan, misalnya saja dulu seseorang dibesarkan dengan pengasuhan seperti apa dan kemudian nilai-nilai dari pola asuh itu akan terbawa sampai yang bersangkutan dewasa.
“Misalnya ayah saya dulu kalau mau beli apa-apa selalu dimusyawarahkan sama anaknya walaupun ujung-ujungnya dia juga yang milih. Tapi nilai musyawarah itu melekat di benak saya dan akhirnya bisa saya adaptasi ketika membesarkan anak saya,” tutur Elly di sela-sela Seminar Parenting Komunikasi Pasangan oleh Yayasan Rumah Pelangi di Narita Hotel, Cipondoh, Tangerang, seperti ditulis pada Minggu (10/1/2016).
sumber: Health.detik.com

Ya, sifat kita semua sebagian besar memang ditentukan dari pola asuh orang tua. Bisa jadi sifat tempramen atau emosi kita hari ini dipengaruhi oleh orang tua yang keras mendidik kita. Bisa jadi sifat mandiri kita karena kita dididik untuk melakukan segala sesuatunya sendiri. Bisa jadi sifat manja kita karena kita tidak dibiasakan mandiri, dan masih banyak lagi. Yang intinya, kembali lagi, jadi orang tua memang tidak mudah.
Katakanlah saya yang kini sudah menjadi ibu. Saya harus dituntut untuk bisa mengendalikan emosi di hadapan anak. Mudah? Tentu saja tidak. Mungkin ini sebabnya kenapa pahala sabar besar sekali. Karena menahan sabar memang luar biasa perjuangannya. Sabar bukan pada saat keadaan tenang, tapi bagaimana caranya supaya bisa sabar dalam keadaan tertekan. Saat anak rewel, saat anak sakit, saat anak banyak tingkah, saat kita mulai lelah, masya Allah harus sering-sering menarik nafas hehe. 
Itu sebabnya, kekhawatiran saya sekarang adalah ketika saya tidak bisa sabar menghadapi anak. Dan ngerinya, ketika sifat tidak sabaran ini berpengaruh ketika anak saya sudah besar nanti dan berpengaruh pada kepribadiannya atau interaksinya dengan orang-orang sekitarnya πŸ™ 
Duh, sungguh besar perjuangan orang tua. Pantas saja kalau ada ayat, sebagai anak dituntut berbakti pada orang tua. Selain sudah mengandung dan menyusui dalam kepayahan, mendidiknya pun sungguh tidak mudah. Ditambah tuntutan zaman saat ini yang terbilang semakin memperihatinkan jika anak tidak benar-benar dijaga dan dididik dengan akhlak yang baik πŸ™

β€œDan Rabb-mu telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan β€œah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, β€˜Ya Rabb-ku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.’” [Al-Israa’ : 23-24]

Pada intinya, ini adalah PR besar untuk saya dan suami dan juga untuk kita semua para orang tua. Setelah Allah mengamanahi anak, maka tugas selanjutnya adalah bagaimana kita sama-sama mau terus belajar untuk mendidik anak dengan baik. Supaya kelak ketika dewasa, anak kita bisa tumbuh menjadi pribadi yang berperilaku baik atau berakhlakul karimah. 
Semoga kita para orang tua selalu dilindungi dan diberi kekuatan (bersabar) oleh Allah SWT. Aamiin. 

12 thoughts on “Inner Child dan Pola Asuh Orang Tua

  1. Sejak awal saya sadar banget kalau jadi orangtua itu gak gampang. Yang jadi pon pentingnya itu gimana ngebentuk kepribadiannya kelak.

    Tp gimana pun yang perlu kita lakuan adalah melakukan yang terbaik,kan mba? πŸ˜€

  2. Aku nih kayaknya bermasalah ama inner child. Apa hanya dengan memaafkan masa lalu, terus semua hilang seketika? Apa ada tahapan2 khusus ya mbak agar bisa memaafkan masa lalu?

  3. Tahap awalnya menerima semua masa lalu itu. Lalu memaafkan. Hilang sih enggak, tapi kalo bener-bener memaafkan harusnya semua sudah bisa diterima. Tinggal menjalani dan mensyukuri yang sekarang aja πŸ™‚ Jadi memang tahapannya ya menerima, memaafkan, mensyukuri πŸ™‚

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.