Saat ini, media sosial membuat semuanya menjadi lebih terbuka. Termasuk urusan perasaan. Siapa yang tidak bisa mengendalikan, maka ia akan dikendalikan. Apa maksudnya? Jika saat ada masalah kita tergoda untuk mengeluh, jika saat sedih kita tergoda untuk posting di media sosial, maka hasilnya media sosial kita akan dipenuhi oleh setumpuk perasaan kita. Dan teman-teman kita di sana akan melihatnya. Dengan kata lain, kita kalah dengan perasaan negatif kita sendiri.
Maka kembali ke niat. Apa niat kita memosting semua perasaan negatif itu di media sosial? Demi mencari perhatian? Simpati dari orang lain? Atau apa? Percayalah, hanya dua hal yang akan terjadi. Teman-teman kita di media sosial memang memperhatikan kita, tapi semata karena mengasihani kita. Atau yang kedua, mereka semua tidak peduli lalu menganggap kita hanya ‘menyampah’ di berandanya. Nah, apa kita mau dikasihani? Apa kita mau dianggap ‘hanya menyampah’?
Sebaiknya kita berhenti berpikir “medsos medsos gue, suka suka gue dong.” Kalau memang seperti itu, maka suka-suka mereka juga dong untuk melihat yang baik-baik. Artinya, kita semua punya hak yang sama di media sosial.
Bumerang status negatif
Rabu lalu saya membaca status seorang teman facebook saya, Mbak Isnaini. Berikut bunyi statusnya:
Saya kira Facebook bukan media yang tepat untuk curhat masalah pribadi. Lebih-lebih untuk yang sudah berumah tangga.
Saya pernah mendapati update status yang mencurahkan kekesalannya dengan mertua. Boleh jadi di luar sana, ada juga yang curhat soal aib pasangan dsb.
Bahkan untuk status bermakna ambigu semisal, “Lagi nangis…” akan lain pandangannya ketika yang menulis adalah yang sudah menikah. Pengguna sosmed lain mungkin akan bertanya-tanya, “Nangis karena apa? Keluarganya lagi ada masalah? Bla bla bla.”
Padahal sebetulnya ia menangis karena melihat tayangan televisi yang menyayat hati. Maka, hati-hatilah menulis status. ^-^
Setelahnya, saya jadi teringat beberapa kejadian yang sempat saya pikirkan. Sekali dua kali saya menemukan teman-teman yang sudah menikah memasang status sedih di media sosialnya. Langsung, yang terpikir oleh saya, kenapa ya? Ada masalah kali ya sama suaminya? Kasihan banget. Emang suaminya kenapa sih? Yap, saya jadi berpikiran buruk bahwa status sedihnya mungkin disebabkan karena masalah dengan suami atau keluarganya.
Memang sih, kita tidak boleh suuzon pada orang lain. Apalagi itu hanya status. Tapi jangan juga kita bersikap seenaknya menyalahkan orang lain, sementara kita sendirilah yang memasang sesuatu negatif di media sosial. Ya sederhananya, kalau tidak mau dipikirkan negatif, ya berlakulah positif. Pasang hanya yang baik-baik saja di media sosial.
Kembali ke status Mbak Isna tadi. Memasang status atau mengeluh di media sosial, hanya membuat kita terlihat menyedihkan. Apalagi bagi yang sudah berumah tangga. Bukan tidak mungkin orang-orang akan berpikiran seperti saya bahwa kita sedang dirundung masalah rumah tangga. Padahal – misalnya status sedih kita ternyata hanya sedih karena masalah film atau sinetron. Tapi kita menulisnya, “sedih banget aku. Kenapa sih dia begitu?” Nah lho? Jadi berat deh pembahasannya.
Bukan hanya itu, status kesal kita dengan orang lain pun bisa bisa orang menganggapnya kita kesal dengan pasangan. Misalnya, “salah mulu, baiknya dimana coba.” Maka bukan tidak mungkin, semisal kita memasang status mengeluh atau yang negatif di media sosial secara terus menerus, orang akan berpikiran negatif justru ke pasangan kita, ke rumah tangga kita. Padahal di belakangnya, sama sekali tidak ada kaitannya. Tapi karena status kita sendiri, orang banyak yang salah paham. Maka apalagi jika kita benar kesal dengan pasangan? Bisa-bisa kita dianggap orang yang tidak pernah bahagia setelah menikah. Naudzubillah.
Keep wise
Memang (lagi) sih, kita tidak perlu sibuk dengan urusan orang lain. Tapi tidak ada salahnya mulai bijak menggunakan media sosial. Sekesal, sesedih, sekecewa atau semarah apapun kita dengan suatu hal atau orang lain bahkan pasangan, maka tahanlah untuk tidak memostingnya di media sosial. Bila perlu, saat semua perasaan negatif datang, jauhi media sosial dan beralihlah pada hal lain. Karena media sosial memang cukup menjadi godaan besar.
Yuk, kita jaga lisan kita. Sebab media sosial bisa menjadi track record kita. Tinggal kita yang memilih. Mau direkam sebagai yang positif, atau hanya yang negatif 🙂
Ibarat pisau, tinggal bagaimana kita sebagai user menggunakannya. kalau buat masak ya enak, lah kalau buat nusuk, wuih, jangan sampe 🙂
positif atau negatif tergantung kita ya Mbak Ade 🙂
Betul Mbak 🙂
Setuju banget, aq jg kadang suka ikutan mikir dan kepo kenapa tuh org dg pasangannya/klganya ya? Status negatif setelah menikah mmg mengundang bgt sih. Kan ditulisnya di umum ya, jd pasti ada aja yg ngeh. Dan itu jd cermin agr aq berusaha gak melakukan hal yg sama.
Iya Mbak, kasihan si pembuat status kan jadinya 🙂
Setuju deh, kalau medsos bukan untuk mencurahkan isi hati. Apapun bentuknya! Orang-orang bisa membaca, menilai bahkan bersikap terhadap kita.
Iya Mbak 🙂
eamng harus berhati2 untuk para cowok atau cewek yang sudah menikah…. kadang sosmed pun bisa merusak pernikahan.. soalnya sudah ada kejadian tersebut…
Di tulisan siapa tuh bahkan dia cerita bahwa suami temennya ditaksir ama temen sesama facebook gara2 dia sering muji2 suaminya
Lebih penting lagi, jangan mengumbar makian atau kemarahan di facebook atau status media sosial. Krn pas marah reda, kita sering lupa nulis klarifikasi. Jadi orang terlanjur ngerekam kalimat makian kita deh
Nah itu. Jadi kerekam sama orang-orang ya Mbak 🙁
Serem banget Mbak -_-
Wew serem ya sampe merusak pernikahan
Sepaham mba, menggunakan medsos kudu bijak dan sesuai proporsinya
Yap setuju 🙂
Agak ruwet kalo curhat di medsos ini jadi kebiasaan. Kalo misal ada fber lain yang nyetatus kayak ngingetin, dia ngerasa tersindir, terus komen, "Emang kenapa? Toh, fb-fb gue." Susah kan kalo ngadepin orang kayak gini. Kalau aku biasanya kena blokir atau unfriend dari dia. 😀
Setuju banget tuh, kalo kita nggak mau orang jadi berpikiran negatif tentang kita, ya jangan nyetatus hal yang bikin orang jadi negatif thinking dengan status kita.
Lagipula, kalo kita apa-apa dicurhatin ke medsos, orang mungkin akan berpikir, "itu suaminya kemana sih? Kok apa-apa dicurhatin ke medsos." padahal kan pasangan kita itu partner sharing terbaik kita. Kalo suami istri jarang ngobrol, malah asyik dengan gadget, mau dikemanakan keluarga ini? 🙂 *ijin share ke fb ya 🙂
Nah iya. Suaminya kemana kalo semua ditumpahin ke medsos -_-
Monggo Mbak, dengan senang hati 😀
ga punya suami kali mba atau yatim piatu