Pernikahan

Inilah yang Akan Saya Katakan Jika Anak Saya Ingin Menikah di Usia 17 Tahun

Kalau kemarin saya berbagi tentang nikah muda Alvin dan apa yang harusnya disiapkan, maka selanjutnya ada pertanyaan, apa yang akan saya katakan jika anak saya berusia 17 tahun, tiba-tiba mengutarakan keinginannya untuk menikah? Ini sebenarnya terinspirasi dari survey Fanpage Rocking Mama di Facebook sih, saya jadi tergerak juga untuk ikut menulis. Secara, sekarang saya memang sudah punya anak. Cowok pula! 
https://www.facebook.com/RockingMama.Id
Oke, lets see! Kita sebut saja namanya Emir. Emang anak saya namanya Emir ckck. 
Sedang ngopi-ngopi cantik di taman belakang rumah.
Tiba-tiba Emir (tentu saja yang sudah berusia 17 tahun) menghampiri saya. “Bun, bun, boleh nggak aku menikah?”
Bundanya langsung keselek, kemudian kopi tumpah.
Sip. Ini hanya ilustrasi!

Sebenarnya tidak beda jauh dari postingan kemarin, hal-hal ini jualah yang akan saya katakan pada anak saya.

1. Tanya, apa alasannya mau menikah?

Menghindari zina. Oke, alasan yang cukup umum dan baik. Selanjutnya, seberapa besar rasa sukanya dengan wanita itu? Sampai benar-benar dia harus menikah untuk menghindari zina. Memang dia sudah timbul syahwat? Jika dia sudah menjelaskan panjang lebar bahwa dia memang menyukai wanita itu dan berdalih daripada pacaran yang dekat dengan zina, lebih baik menikah. Maka akan saya lanjutkan pertanyaan di poin kedua.

2. Lihat kepribadian si anak di rumah

Hal kedua yang akan saya lakukan adalah melihat kepribadian Emir di rumah. Apakah ia sudah menjadi anak yang mandiri? Apakah ia sudah menjadi anak yang bertanggung jawab? Apakah sudah mampu memimpin? Dan apakah secara emosinya dia sudah matang? Jika semua jawabannya ya, maka saya lanjut ke poin ketiga.

3. Bagaimana urusan pemahaman agamanya

Saya sudah bilang di postingan kemarin, bahwa menikah itu butuh pemahaman agama. Sebab agamalah yang akan menolong kita. Apalagi Emir ini anak laki-laki. Tugasnya akan menjadi seorang imam. Katakanlah ia sudah bisa mengimami sholat. Tapi apakah dia sudah bisa membimbing orang lain atau istrinya nanti untuk menjadi makmumnya? Yang dalam artian, sudah bisa membimbing istrinya untuk mengaji, mengajarkan banyak hal tentang agama, khususnya untuk urusan fiqih dalam rumah tangga. Lalu, mengertikah ia cara memperlakukan istri dengan baik sesuai tuntunan agama? 
Agama ini kalau mau dibahas memang akan panjang jadinya. Karena saya sendiri sudah mengalami. Banyak hal dalam rumah tangga yang butuh tuntunan agama. Yang akhirnya membuat saya percaya, jika memahami agama, maka jalan akan lebih terasa mudah. Karena sesungguhnya, aturan yang sudah ditetapkan Allah dalam agama Islam ini sudah mencakup banyak hal yang bisa dijadikan pedoman hidup termasuk kehidupan rumah tangga. Oke, lanjut poin keempat.

4. Apakah ia sudah siap menafkahi istrinya nanti?

Katakanlah Emir memang sudah lulus sekolah. Lalu bagaimana karirnya? Apakah ia sudah punya pekerjaan, atau minimal jaminan bahwa ia bisa menghidupi istrinya nanti? Karena tugas seorang suamilah yang menafkahi keluarganya. Uang memang bukan segalanya, tapi fakta bahwa menjalani rumah tangga akan selalu butuh materi, itu hal yang tidak bisa dibantah. Itu sebabnya masih saja banyak pasangan suami istri bermasalah karena keadaan ekonominya. Jika karir atau pekerjaan Emir memang sudah matang, maka lanjut ke poin terakhir.

5. Siapkah ia dengan segala konsekuensi dalam rumah tangga?

Nak, berumah tangga itu bukan sekedar untuk menghalalkan syahwat. Bukan sekedar sah, lalu bisa tidur bareng dan kamu juga istrimu akan menjadi pasangan bahagia. Tidak, Nak. Tapi dalam rumah tangga akan selalu ada masalah yang muncul dari hal yang paling sepele sekalipun sampai hal yang paling besar terkait urusan rumah tangga. Apakah kamu sudah siap dengan semua konsekuensi itu? Apakah kamu bisa menyelesaikannya nanti secara bijaksana? Bunda tidak mau, sedikit ada masalah, kau langsung marah-marah pada istrimu. Kau langsung mengeluh. Karena itu artinya, sesungguhnya kau memang belum siap untuk berumah tangga.
Yap, poin terakhir akan jadi pertanyaan yang paling penting dari semua pertanyaan. Sebab dalam pernikahan memang selalu akan muncul masalah. Sebab ada dua orang berbeda kepala, berbeda kebiasaan sebelumnya, maka menyatukannya juga butuh perjuangan.
Jadi kesimpulan jika semua jawaban di atas belum cukup memuaskan, maka saya akan memberinya opsi lain. Bagaimana jika dia menemui dan mendalami bakatnya. Mencari kampus atau pun pekerjaan yang dia inginkan. Sembari menata diri dulu. Untuk mematangkan emosi, rasa tanggung jawab, dan pemahaman yang baik. Hitung-hitung untuk memantaskan diri, agar dia bisa mendapat wanita yang juga baik. Setelah semuanya sudah jauh lebih matang, maka ia akan lebih siap untuk menikah. 
Well, sejujurnya saya agak geli menuliskan ini hehe. Lantaran saya lagi menikmati masa-masa Emir jadi bayi. Tapi fakta bahwa dia akan terus tumbuh besar, juga tidak bisa terelakkan. Suatu saat dia akan tumbuh dewasa dan menikah. 
Dan tulisan ini, hanyalah menjadi bahan yang cukup menarik untuk dibahas. Terlepas dari apakah nantinya hal-hal di atas benar saya aplikasikan jika kenyataan, saya belum tahu. Saya baru membayangkan saja jika seandainya kejadian seperti itu, lima hal di ataslah yang akan saya lakukan.
Terakhir, muncul satu komentar menarik yang ada di postingan saya kemarin dari Mbak Kanianingsih
Ya, pada akhirnya kembali lagi pada peran keluarga dalam pembentukan karakter seorang anak. Terlebih orang tuanya. Sebab anak pada dasarnya memang terlahir suci. Orang tuanyalah yang menjadikannya berwarna.
Semoga kita semua bisa menjadi orangtua yang selalu bijaksana dan menjadikan anak yang berakhlak baik. Aamiin, Aamiin ya Mujibassailin 🙂

2 thoughts on “Inilah yang Akan Saya Katakan Jika Anak Saya Ingin Menikah di Usia 17 Tahun

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.