Bincang Keluarga, Kolaborasi, Pernikahan

#BincangKeluarga: Salahkah Istri Hormat pada Suami?

Kalau ada pilihan pertanyaan, “Mana yang lebih penting dari menjadi istri yang baik atau ibu yang baik?” Saya akan pilih menjadi istri yang baik. Sebab saya percaya bahwa menjadi orang tua itu diawali dari pernikahan yang baik. Ketika hubungan dengan suami baik, maka menjadi orang tua, menjadi seorang ibu pun akan lebih mudah.

Bukan saya menampikkan untuk tidak menjadi ibu yang baik lho ya. Tentu saja setiap kita harus menjadi ibu yang baik. Tapi ada yang perlu digaris bawahi di sini. Bahwa sejak awal kita menikah, maka tanggung jawab kita sebagai seorang perempuan jatuh di tangan suami. Maka mempercayakan suami untuk menjadi pemimpin memang sudah kewajiban. Dan tentu saja, kepentingan suami harus lebih didahulukan, kan?

Ini ide dari Mbak Rosa yang punya kekhwatiran apakah seorang istri itu salah hormat pada suami? Baca dulu punya beliau ya:

Tentang Istri yang Taat pada Suami

Setelah waktu itu nulis tentang Jangan Nikah Muda, ide dari Mbak Rosa juga sebetulnya kekhawatiran saya juga. Karena kenapa ya, kok sekarang kayaknya istri hormat pada suami itu salah? Seolah kalau istri ‘tunduk’ nurut pada suami seperti harga diri si perempuan menjadi rendah. Dia masih termakan budaya patriarki. Hmm, padahal tak begitu juga menurut saya.

Suami adalah pemimpin dalam keluarga

Pertama yang harus dipahami adalah, ada ayat Al-Qur’an berikut ini:

“Kaum pria adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (pria) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (pria) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Maka dari itu, wanita yang salihah ialah yang taat kepada Allah subhanahu wa ta’ala lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kalian khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka, dan jauhilah mereka di tempat tidur, dan pukullah mereka. Jika mereka menaati kalian, janganlah kalian mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.” (QS. An-Nisa: 34)

Dan hadits nabi berikut ini:

“Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik bagi keluarganya. Dan aku orang yang paling baik bagi keluargaku” [HR. At Tirmidzi no: 3895 dan Ibnu Majah no: 1977 dari sahabat Ibnu ‘Abbas. Dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Ash Shahihah no: 285].

So, kesimpulannya adalah, sepanjang laki-laki yang menjadi suami kita adalah laki-laki yang baik, maka sudah sepatutnyalah kita hormati. Dialah pemimpin dalam keluarga kita. Titahnya pun sebisa mungkin harus dituruti selama itu memang menuju kebaikan.

Salahkah jika istri berpendapat?

“Lantas apa perempuan sebagai istri tidak boleh berpendapat? Tidak boleh meminta bantuan pada suami? Dan harus menurut untuk segala hal?”

Ya tidak. Kita balik lagi ke hadits di atas. Sebaik-baik kalian dalam kalimat itu yang dimaksud ialah laki-laki yang baik pada keluarganya. Baik itu berarti seorang laki-laki paham posisinya sebagai pemimpin untuk bersikap adil dan tidak otoriter. Dia akan membuka diskusi, menjalin komunikasi bersama istrinya. Dia tidak akan membuat istrinya menjadi susah. Yang begini, harus layak kan kita hormati?

“Gimana dong kalau laki-lakinya nggak baik? Suka main kekerasan?”

Bisa saja kita masih menghormati dia sebagai suami. Jalannya memang tak akan mudah. Tapi Allah kan juga tidak menyusahkan umat-Nya. Sepanjang kita memang ingin menyelamatkan diri, masih dibolehkan untuk berpisah. Dan jika suami menyuruh kita pada kemaksiatan, adalah wajib untuk tidak menuruti perintahnya.

“Kenapa sih kok perempuan yang harus nurut? Laki-laki kan juga harus bantu istrinya.”

Tugas pemimpin itu berat. Dia bukan saja memikirkan dirinya sendiri, tapi dia juga harus memikirkan keluarganya. Dari mulai nafkah lahir, batin, sampai dosa-dosa istri dan anaknya pun harus ditanggungnya kelak. Maka itu kita sebagai perempuan dituntun untuk ‘memudahkan’ tugas suami.

Menangkan hati suami dulu, maka urusan istri akan dimudahkan

Saya jadi teringat tulisan Mbak Fri Okta Fenni beberapa waktu lalu tentang memenangkan hati laki-laki. Berikut sepenggal tulisannya:

istri yang baikLogikanya begini, jika kita memudahkan urusan suami, suami yang baik tentu saja akan semakin sayang dengan kita. Bahkan bisa jadi apapun yang kita pinta, akan diberikannya.

Suami pulang kerja capek-capek, masih mau bantu kita jaga anak. Masih mau cuci setumpuk piring kotor atau pakaian. Bangun malam saat anak mau pipis.

Seorang pemimpin yang baik pasti tidak akan memikirkan dirinya sendiri. Nah dengan segala kebaikan yang sudah diberikan suami tersebut, sudah seyogyanyalah kita juga bantu untuk memudahkan urusan suami. Menuruti apa pun yang dia perintahkan selama itu dalam kebaikan. Turuti ketika dia tidak membolehkan kita keluar rumah. Dan sesekali bermanjalah padanya agar dia merasa dibutuhkan.

Lagi-lagi tak ada yang salah untuk hormat pada suami sepanjang dia memang suami yang baik. Suami yang baik pasti tak akan tega menelantarkan istrinya.

Dan seperti kata Mbak Fri Okta di atas, ketika hati laki-laki sudah dimenangkan, maka segala jalan kita menjadi istri akan dimudahkan. Bahkan saat kita menjadi ibu pun Allah langsung yang akan turun tangan membantu kita.

Mentaati suami jalan hidup jadi lebih mudah

Dan percaya saja, nurut pada suami itu banyak manfaatnya. Saya pribadi merasakan sendiri bagaimana ketika menurut pada suami, jalan saya justru terasa lebih mudah. Kenapa? Karena laki-laki seringkali memiliki pikiran yang jauh ke depan. Sedangkan wanita cenderung mengutamakan perasaannya yang akhirnya menyulitkan diri kita sendiri.

Silakan baca: Nurut pada Suami: Kebaikan, Keran Komunikasi, dan Mengalahkan Ego

Itu sebabnya, Nabi pun pernah bersabda,

“Seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya.”

So, jangan hanya menghindari budaya patriarkinya saja yang harus kita galangkan. Jangan sampai kita justru menjadi istri yang tidak hormat pada suami dan merasa bahwa diri berkuasa. Tentu saja tak bisa ada dua nakhkoda dalam satu rumah.

Dan hormat pada suami ini juga tidak sembarang main. Sebab Allah langsung yang mengganjarkannya dengan surga jika seorang wanita menaati suaminya.

“Jika seorang wanita menunaikan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya; niscaya akan dikatakan padanya: “Masuklah ke dalam surga dari pintu manapun yang kau mau”. (HR. Ahmad dari Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu’anhu dan dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albany).

Tagged , , , , , , ,

About Ade Delina Putri

Blogger, Bookish, Stay at Home Mom Keep smile, keep spirit, positive thinking ^^
View all posts by Ade Delina Putri →

3 thoughts on “#BincangKeluarga: Salahkah Istri Hormat pada Suami?

  1. Hormat di sini, merujuk kepada mau menurut, atau mengikut pada kepemimpinan suami. Yang tadinya, baca judul, saya membayangkan hormat maksudnya sopan-santun, respek, seperti halnya kita harus hormat juga pada mertua. Lagian, ternyata di luar sana, hal mendasar yang diajarkan agama kita, masih perlu diperdebatkan aja, hiks…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.